Tag Archives: Mario Teguh

Hidup Itu Bagaikan Naik Sepedakah?

Kata orang hidup ini bagaikan naik sepeda: kita nggak boleh berhenti mengayuh agar tidak jatuh. Bener nggak ya? Nggak selalu sih kalo aku bilang. Jatuh itu nggak selalu karena kita nggak ngayuh sepeda. Ngayuh sepeda pun bisa bikin kita jatuh. Nabrak becak misalnya, atau ngelewatin lobang di jalan.

Solusi untuk masalah yang pertama tentu adalah ngayuh terus. Jangan capek ngayuh sepedanya.  Simpel aja logikanya. Nah mungkin solusi yang tepat untuk 2 hal selanjutnya adalah dengan milih jalan sepi yang nggak ada becaknya atau milih jalan mulus nggak ada lobangnya. Syukur-syukur kalo ada jalur khusus sepeda di kota kalian.

Old Bicycles

Kita menghayal aja yuk. Bayangin aja kalo kita ini lagi naik sepeda santai sore-sore. Keliling-keliling lingkungan rumah kita gitu, sambil nikmatin pemandangan sekitar kita seperti tanaman-tanaman hias, adek-adek balita yang lagi main di luar rumah sambil disuapin mamanya yang umurnya masih sekitaran 30 tahun, atau juga pemandangan-pemandangan lainnya. Nah, lagi asik sepedaan kayak gitu tiba-tiba ada becak yang melaju kencang keluar dari bibir gang. Nggak ayal kita nabrak becak itu karena mata kita lagi tertuju sama tante-tante yang lagi nyuapin anaknya makan. Disini saya nggak bermaksud menyalahkan mata kita yang melihat pemandangan sekitar ya, yang salah tentu adalah abang becak yang jalannya ngebut. Udah tau jalan itu rame manusia, masih aja ngebut gitu. Ckckck.

Nah, hal kayak gitu bisa dihindari dengan cari jalanan yang lebih sepi. Sudah tentu disana akan lebih aman dan nggak ada ancaman bahaya dari becak yang melaju kencang. Tapi juga nggak akan ada pemandangan yang bikin kita betah sepedaan. Setau saya, jalan sepi itu antara lain jalan menuju bandara, jalan menuju stadion sepak bola, atau jalan antar kota. Emang ada yang mau sepedaan di tempat kayak gitu? Emang lumayan sepi jalanannya, tapi nggak ada pemandangan sekitar selain pohon, atau tanah luas atau sungai atau padang gurun. Pokoknya nggak enaklah dipandang mata.

Inti dari tulisan saya ini adalah untuk mengajak kita melihat suatu hal dari sudut pandang yang lain. Biasanya orang akan ngambil jalan termudah dalam mencapai tujuannya. Itu nggak salah. Tapi disini saya punya pendangan lain. Dalam mencapai tujuan itu yang penting adalah proses. Apakah nanti kita akan mendapat hasil yang baik atau tidak, itu tergantung dari proses kita mencapai tujuan kita. Proses yang baik tentu akan menghasilkan hal yang baik pula. Semakin banyak hambatan dan resiko yang kita lalui dalam menjalani suatu proses maka kita akan menjadi pribadi yang semakin kuat. Dan itulah intinya. Piala atau medali yang kita hasilkan nanti adalah bonus dari proses yang kita lalui menuju juara itu. Intinya adalah menjadi pribadi juara melalui tempaan hambatan dan resiko kehidupan.

Kalau kita nggak yakin proses yang kita lalui itu baik atau tidak, maka tanyalah pada hati nurani kita. Biasanya hati nurani itu nggak bohong. Yang suka bohong itu hati fitriani sama hati andini. Hati nurani itu nggak pernah. Percaya deh. Apapun jalan yang kita pilih pas kita di persimpangan jalan, yakinilah bahwa itu jalan yang terbaik. Jangan keburu menyesal saat baru mau milih jalan. Menyesal itu tempatnya di belakang. Gunakan akal dan logika dan hati nurani. Sesudah memilih jalan mana yang akan kita tempuh,  jangan pernah lihat ke belakang. Karena dalam hidup sekali milih jalan nggak bisa balik lagi. Pokoknya jalan terus aja.

Sebenernya masih banyak lagi petuah-petuah ala Mario Teguh yang mau saya tulis, tapi takutnya nanti kepanjangan dan malah jadi nggak menarik. Atau malah kesannya aku kayak orang mau mati yang tiba-tiba jadi sok bijaksana. Hehe. Segini saja dulu aja ya. 🙂

Dan untuk Fitriani sama Andini, mohon maaf kalo namanya dipake disini. Kalo kata om Tukul, itu cuma just kidding just for luck!